Wednesday, 23 December 2015

Bentang Alam Fluvial

Halo guys, apa kabar? Saya Alhamdulillah sehat. semoga kalian juga dalam keadaan sehat selalu amin. minggu ini kita akan membahas mengenai bentang alam fluvial. Penasaran gimana isi? ini dia

2.1 Pengertian Bentang Alam Fluvial
Bentang alam fluvial merupakan satuan geomorfologi yang pembentukannya erat hubungannya dengan proses fluviatil.  Proses fluviatil  itu sendiri adalah semua proses yang terjadi di alam baik fisika, maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan air yang mengalir secara terpadu (sungai), maupun air yang tidak terkonsentrasi (sheet water). Proses fluviatil akan menghasilkan suatu bentang alam yang khas sebagai akibat tingkah laku air yang mengalir di permukaan. Bentang alam yang dibentuk dapat terjadi karena proses erosi maupun karena proses sedimentasi yang dilakukan oleh air permukaan. Proses fluviatil ini bervariasi intensitasnya. Air permukaan merupakan salah satu mata rantai dari siklus hidrologi. Adanya air permukaan sangat dikontrol oleh adanya air hujan.

2.2  Proses Fluvial
2.2.1 Proses sedimentasi
Proses sedimentasi terjadi ketika sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian diendapkan material yang lebih halus. Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hillir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.
2.2.2  Proses erosi
Erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
Ø Quarrying, yaitu pendongkelan batuan yang dilaluinya.
Ø Abrasi, yaitu penggerusan terhadap batuan yang dilewatinya.
Ø Scouring, yaitu penggerusan dasar sungai akibat adanya ulakan sungai, misalnya pada daerah cut off slope pada Meander.
Ø Korosi, yaitu terjadinya reaksi terhadap batuan yang dilaluinya.
Berdasarkan arahnya, erosi dapat dibedakan menjadi :
Ø Erosi vertikal, erosi yang arahnya tegak dan cenderung terjadi pada daerah bagian hulu dari sungai menyebabkan terjadinya pendalaman lembah sungai.
Ø Erosi lateral, yaitu erosi yang arahnya mendatar dan dominan terjadi pada bagian hilir sungai, menyebabkan sungai bertambah lebar .
Ø Erosi yang berlangsung terus hingga suatu saat akan mencapai batas dimana air sungai sudah tidak mampu mengerosi lagi dikarenakan sudah mencapai erosion base level.
Erosion base level ini dapat dibagi menjadi
Ø ultimate base level yang base levelnya berupa permukaan air laut
Ø temporary base level yang base levelnya lokal seperti permukaan air danau, rawa, dan sejenisnya.
Intensitas erosi pada suatu sungai berbanding lurus dengan kecepatan aliran sungai tersebut. Erosi akan lebih efektif bila media yang bersangkutan mengangkut bermacam-macam material. Erosi memiliki tujuan akhir meratakan sehingga mendekati ultimate base level. 
2.2.3  Proses Transportasi
Proses perpindahan / pengangkutan material oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi
Dalam membahas transportasi sungai dikenal istilah:
Ø stream capacity : jumlah beban maksimum yang mampu diangkat oleh aliran sungai
Ø stream competance : ukuran maksimum beban yang mampu diangkut oleh aliran sungai.
Sungai mengangkut material hasil erosinya secara umum melalui dua mekanisme, yaitu:
Ø Mekanisme bed load: pada proses material-material tersebut terangkut sepanjang dasar sungai, dibedakan menjadi beberapa cara, antara lain :
v Traction : material yang diangkut terseret di dasar sungai.
v Rolling : material terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.
v Saltation : material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
Ø Mekanisme suspended load: material-material terangkut dengan cara melayang dalam tubuh sungai, dibedakan menjadi :
v Suspension : material diangkut secara melayang dan bercampur dengan air sehingga menyebabkan sungai menjadi keruh.
v Solution : material terangkut, larut dalam air dan membentuk larutan kimia.

2.3   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Erosi dan Sedimentasi
 2.3.1   Kecepatan Aliran Sungai
Kecepatan aliran sungai maksimal pada tengah alur sungai, bila membelok maka kecepatan maksimal ada pada daerah cut off slope (terjadi erosi) karena gaya sentrifugal. Pengendapan terjadi jika kecepatan sungai menurun atau bahkan hilang.
 2.3.2   Gradien/ Kemiringan Lereng Sungai
Bila air mengalir dari sungai yang kemiringan lerengnya curam ke dataran yang lebih rendah maka kecepatan air akan berkurang dan tiba-tiba hilang sehingga menybabkan pengendapan pada dasar sungai. Bila kemudian ada lereng yang terjal lagi, kecepatan akan meningkat sehingga terjadi erosi yang menyebabkan pendalaman lembah.
2.3.3   Bentuk Alur Sungai
Aliran sungai akan menggerus bagian tepi dan dasar sungai. Semakin besar gesekan yang terjadi maka air akan mengalir lebih lambat. Sungai yang dalam, sempit dan permukaan dasarnya tidak kasar, aliran airnya deras. Sungai yang lebar, dangkal dan permukaanya tidak kasar, atau sempit, dalam tetapi permukaan dasarnya kasar maka aliran airnya lambat.
2.3.4    Discharge
Merupakan volume air yang keluar dari suatu sungai. Proses erosi dan transportasi terjadi karena besarnya kecepatan aliran sungai dan discharge.

2.4  Pola Pengaliran

Gambar 2.1 Pola Pengaliran Sungai

2.4.1  Pola Aliran Dendritik
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah dierosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.

2.4.2  Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.
2.4.3  Pola Aliran Rectangular 
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.
2.4.4  Pola Aliran Trellis 
Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus di sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah searah dengan sumbu lipatan.
2.4.5  Pola Aliran Sentripetal  
Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan barat laut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.
2.4.6  Pola Aliran Annular 
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.
2.4.7  Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)  
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

2.5  Klasifikasi Stadia Sungai
Sungai yang mengalir termasuk air permukaan. Berdasarkan stadia erosinya,
sungai dibedakan menjadi :
2.5.1 Sungai Muda
sungai dengan ciri-ciri :
Ø  Penampang melintang sungai berbentuk huruf V
Ø  Banyak dijumpai air terjun
Ø  Tidak terjadi pengendapan
Ø  Erosi vertikal efektif
Ø  Relatif lurus dan mengalir di atas batuan induk
2.5.2 Sungai Dewasa
sungai dengan ciri-ciri :
Ø  Penampang melintang sungai berbentuk huruf U
Ø  Erosi relatif kecil
Ø  Bermunculan cabang-cabang sungai
Ø  Erosi lateral efektif
2.5.3 Sungai Tua
sungai dengan ciri-ciri :
Ø  Penampang melintang sungai berbentukcawan
Ø  Erosi lateral sangat efektif
Ø  Anak sungai lebih banyak
Ø  Bermeander
Ø  Kemiringan datar

2.6  Contoh-Contoh Bentang Alam Fluvial
2.6.1  Meander
Belokan tajam pada sungai, biasanya terjadi pada dalam suatu rangkaian, yang disebabkan  karekteristik dari aliran air. Meander terbentuk pada aliran endapan sedimen dan berhenti diatas aliran karena terhalang.
2.6.2  Meander cut off
Meander cutoff merupakan meander yang terbentuk akibat aliran yang melewati bagian sempit dari leher meander, di mana aliran ke bawah telah berpindah dari meander yang telah melambat dan meander berikutnya telah mengambil aliran tersebut.
2.6.3  Flood Plain
Food plain adalah suatu level area pada daratan untuk memprediksi banjir dari tubuh air yang berdekatan. Flood plain digambarkan dari frekuensi banjir yang sudah terjadi.
2.6.4  Stream divide
Stream divide merupakan pembagian arus sungai berdasarkan dasar sungai dan arah alirannya tersebut. Pembagian tersebut, yaitu branch, beck, burn, creek, kill, lick, rill, river syke, bayou, rivulet, run.
2.6.5  River terrace
River terrace merupakan teras sungai yang tampak sepanjang sisi lembah, biasanya sejajar dengan tembok lembah. Kebanyakan terraces terbentuk ketika erosi pada sungai meningkat dan melewati flood plain.
2.6.6  Channel Bar
Channel Bar adalah endapan sungai yang terdapat pada tengah alur sungai.
2.6.7  Point bar
Point Bar adalah endapan sungai yang terdapat pada tepi alur sungai.

2.6.8  Natural leveess
Natural levees merupakan pemanjangan dari tanggul terdiri dari pasir dan lanau dan terendapkan sepanjang tepi sungai selama masa banjir.
2.6.9  Back Swamp
Back swamp merupakan rawa yang mengalami penurunan area floodplain antara natural levees dan pada tepi floodplain
2.6.10  Braided stream
Braided stream adalah arus yang mengalir pada beberapa terusan yang terbagi dan yang bersatu. Braided stream terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki slope hampir datar-datar, alurnya luas, dan dangkal.
2.6.11  Oxbow lake
Oxbow lake merupakan meander pada awalnya karena adanya pemotong pada arus akibat pelurusan air, maka terbentuklah struktur seperti tapal kuda, struktur ini dinamakan oxbow lake.
2.6.12  Crevasse splay
Crevasse splay merupakan kenampakan roman muka bumi yang terbntuk akibat arus berlebih memotong levee dan endapan sedimen pada floodplain. Hal ini dapat membuat endapan yang sangat besar sehingga menjadi delta.
2.6.13  Alluvial fan
Alluvial fan berbentuk seperti kipas, merupakan akumulasi dari endapan alluvial pada mulut jurang atau aliran anak sungai dengan arus utama.
2.6.14  Channel fill
Channel fill merupakan akumulasi pasir detritus pada arus di mana kapasitas transportasi dari air tidak mampu untuk memindahkan material secara berulang.
2.6.15  Overbank
Overbank merupakan penggambaran dari tipe  endapan alluvial atau sediment yang terendapkan pada floodplain di sungai. Biasanya endapan berbutir halus.
2.6.16  Flood basin
Flood basin merupakan daerah di bawah permukaan air selama air tinggi karena banjir pada daerah tertentu.

2.7  Skala Wenworth
Tabel 2.1 Pemilahan ukuran butir didasarkan skala Wentworth
Nama Butir
Besar Butir (mm)
Bongkah
256
Berangkal
256-64
Kerakal
64-4
Pasir sangat kasar
4-2
Pasir kasar
2-1
Pasir sedang
1-½
Pasir halus
½-¼
Pasir sangat halus
¼-1/8
Lanau
1/16-1/256
Lempung
1/256

2.8  Klasifikasi Van Zuidam
Tabel 2.2  Klasifikasi Relief Van Zuidam (1983)
Klasifikasi Relief
Persen lereng (%)
Beda tinggi (m)
Datar/hampir datar
0-2
<50
Bergelombang landai
3-7
5-50
Bergelombang miring
8-13
25-75
Berbukit bergelombang
14-20
50-200
Berbukit terjal
21-55
200-500
Pegunungan sangat terjal
56-140
500-1000
Pegunungan sangat curam
>140
>1000

Terima kasih buat kalian yang membaca blog saya. silahkan di share untuk keperluan ilmu pengetahuan

Thursday, 17 December 2015

Gunung Prau Dieng, Jawa Tengah Indonesia

Hai guys, video ini merupakan perjalan turun kami dari puncak gunung Prau yang terletak di Dieng, Jawa Tengah. Monggo di tonton buat modal apabila ada yang berencana naik gunung tersebut. Selamat menonton guys.


Wednesday, 2 December 2015

Bentang Alam Eolian

1.1         Pengertian Bentang Alam Eolian
Bentang alam eolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena aktivitas angin. Bentang alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir. Gurun pasir sendiri lebih diakibatkan adanya pengaruh iklim. Gurun pasir diartikan sebagai daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata kurang dari 26 cm/tahun. Gurun pasir tropik terletak pada daerah antara 350 LU sampai 350 LS, yaitu pada daerah yang mempunyai tekanan udara tinggi dengan udara sangat panas dan kering. Gurun pasir lintang rendah terdapat di tengah-tengah benua yang terletak jauh dari laut atau terlindung oleh gunung-gunung dari tiupan angin laut yang lembab sehingga udar yang melewati gunung dan sampai pada daerah tersebut adalah udara yang kering.

1.2         Proses-Poses Oleh Angin
Angin meskipun bukan sebagai agen geomorfik yang sangat penting (topografi yang dibentuk oleh angin tidak banyak dijumpai), namun tetap tidak dapat diabaikan. Proses-proses yang disebabkan oleh angin meliputi erosi, transportasi dan deposisi.
1.2.1   Erosi oleh angin
Erosi oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi/korasi. Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil dari batuan yang diangkut dan dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh partikel-partikel yang terbawa oleh aliran angin.
1)             Transportasi oleh angin
Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan transportasi oleh air yaitu secara melayang (suspension) dan menggeser di permukaan (traction). Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan yang berukuran pasir dibawa secara menggeser di permukaan (traction). Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation) dan menggelinding (rolling).
2)             Pengendapan oleh angin
Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-material (pasir dan debu) tersebut akan diendapkan.

1.3         Macam-Macam Bentang Alam Eolian
Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu bentang alam akibat proses erosi oleh angin dan bentang alam akibat prose pengendapan oleh angin.
1.3.1   Bentang alam Eolian Akibat Proses Erosi
Proses erosi oleh angin dibedakan menjadi 2, yaitu deflasi dan abrasi. Bentang alam yang disebabkan oleh proses erosi ini juga dibedakan menjadi 2 yaitu bentang alam hasil proses deflasi dan bentang alam hasil proses abrasi.
1)            Bentang Alam Hasil Proses Deflasi
Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 macam:
a.              Cekungan Deflasi (Deflation basin)
Cekungan deflasi merupakan cekungan yang diakibatkan oleh angin pada daerah yang lunak dan tidak terkonsolidasi atau material-material yang tersemen jelek. Cekungan tersebut akibat material yang ada dipindahkan oleh angin ke tempat lain. Contoh cekungan ini terdapat di Gurun Gobi yang terbentuk karena batuan telah diurai oleh adanya pelapukan. Cekungan ini mempunyai ukuran antara 300 m sampai lebih dari 45 km panjangnya dan dari 15m sampai 150 m dalamnya.
b.             Lag Gravel
Deflasi terhadap debu dan pasir yang ditinggalkan merupakan material yang kasar (gravel, bongkah dan fragmen yang besar), disebut lagstone. Akumulasi seperti itu dalam waktu yang lama bisa menjadi banyak dan menjadi lag gravel atau bahkan sebagai desert pavement, dimana sisa-sisa fragmennya berhubungan satu sama lain saling berdekatan.
c.              Desert varnish
Beberapa lagstone yang tipis, megkilat, berwarna hitam atau coklat dan permukaannya tertutup oleh oksida besi dikenal desert varnish.

2)            Bentang Alam Hasil Prose Abrasi
Bentang alam hasil proses abrasi atau korasi antara lain:
a.              Ventifact
Beberapa sisa batuan berukuran bongkah – berangkal yang dihasilkan oleh abrasi angin yang mengandung pasir akan membentuk einkanter (single edge) atau dreikanter (three edge). Einkanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang mempunyai kedudukan tetap dengan arah angin yang tetap/konstan. Dreikanter terbentuk dari perpotongan antara pebble yang posisinya overturned akibat pengrusakan pada bagian bawah dengan arah angin yang tetap atau dapat juga disebabkan oleh arah angin yang berganti-ganti terhadap pebble yang mempunyai kedudukan tetap, sehingga membentuk bidang permukaan yang banyak.

b.             Polish
Polish ini terbentuk pada batuan yang mempunyai ukuran butir halus, digosok oleh angin yang mengandung pasir (sand blast) atau yang mengandung silt (silt blast)yang mempunyai kekuatan lemah, sehingga hasilnya akan lebih mengkilat, misalnya pada kwarsit akibat erosi secara abrasi akan lebih mengkilat.
c.              Grooves
Angin yang mengadung pasir dapat juga menggosok dan menyapu permukaan batuan membentuk suatu alur yang dikenal sebagai grooves. Pada daerah kering, alur yang demikian itu sangat jelas. Alur-alur tersebut memperlihatkan kenampakan yang sejajar dengan sisi sangat jelas.
d.             Sculpturing (Penghiasan)
Batu jamur (mushroom rock) yaitu batu yang tererosi oleh angin yang mengandung pasir sehingga bentuknya menyerupai jamur (mushroom).
e.              Yardang
Pada batuan yang halus, abrasi oleh angin secara efektif memotong sepanjang alur rekahan membentuk bentukan sisa yang berdiri memanjang yang disebut yardang. Kehadiran rekahan-rekahan mempunyai pengaruh penting pada orientasi beberapa yardang. Material yang halus tertransport sedangkan lapisan yang resisten membentuk perlapisan dengan material lain yang kurang kompak.

1.3.2   Bentang Alam Hasil Pengendapan Angin
Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun hujan, maka material-material yang terbawa oleh angin akan diendapkan. Bentang alam hasil proses pengendapan oleh angin ini dibedakan menjadi 2 yaitu: dune dan Loess
1)            Dune
Dune adalah suatu timbunan pasir yang dapat bergerak atau berpindah, bentuknya tidak dipengaruhi oleh bentuk permukaan ataupun rintangan. Berdasarkan ukurannya, hasil proses pengendapan material pasir, yaitu ripples, dunes dan megadunes
Ø   Ripples lebar berukuran 5 cm - 2m dan tinggi 0,1 – 5 cm
Ø   Dunes lebar 3 – 600 m dan tinggi 0,1 – 15 m
Ø   Megadunes lebar 300 – 3 km dan tinggi 20 – 400 m
Tipe-tipe dune ini menurut Hace (1941, dalam Thornbury, 1964) digolongkan menjadi 3, yaitu:
a.         Transversal Dune
Transversal dune merupakan punggungan-punggungan pasir yang berbentuk memanjang tegak lurus dengan arah angin yang dominan. Bentuk ini tidak dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan.
b.         Parabolic Dune
Parabolic dune merupakan dune yang berbentuk sekop/sendok atau berbentuk parabola. Bentuk ini dipengaruhi oleh adanya tumbuh-tumbuhan.
c.         Longitudinal Dune
Longitudinal dune merupakan punggungan-pungungan pasir yang terbentuk memanjang sejajar dengan arah angin yang dominan. Material pasir diangkut secara cepat oleh angin yang relatif tetap

Klasifikasi menurut Emmon’s (1960) bentuk-bentuk dune dapat bermacam-macam, tergantung pada banyaknya pertambahan pasir, pengendapan di tanah, tumbuh-tumbuhan yang menghalangi dan juga arah angin yang tetap. Berdasrkan hal-hal tersebut, maka tipe-tipe dune digolongkan menjadi :
a.         Lee dune (Sand Drift)
Lee dune/sand drift adalah dune yang berkembang memanjang, merupakan punggungan pasir yang sempit, berada di belakang batuan atau tumbuh-tumbuhan. Dune ini mempunyai kedudukan tetap, tetapi dengan adanya penambahan jumlah pasir yang banyak maka dapat juga menjadi jenis dune yang bergerak dari ujung sand drft.
b.         Longitudinal dune
Longitudinal dune mempunyai arah memanjang searah dengan arah angin yang efektif dan dominan. Terbentuk karena angin tertahan oleh rumput atau pohon-pohon kecil. Kadang-kadang berbentuk seperti lereng dari suatu lembah.
c.       Barchan
Barchan terbentuk pada daerah yang terbuka, tak dibatasi oleh topografi/tumbuh-tumbuhan dimana arah angin selalu tetap dan penambahan pasir terbatas dan berada di atas batuan dasar yang padat. Barchan ini berbentuk koma dengan lereng yang landai pada bagian luar, serta mempunyai puncak dan sayap.
d.      Seif
Seif adalah longitudinal dune yang berbentuk barchan dengan salah satu lengannya jauh lebih panjang akibat kecepatan angin yang lebih kuat pada lengan yang panjang. Misalnya di Arabian Sword, seif berasosiasi dengan barchan dan berkebalikan antara barchan menjadi seif. Perubahan yang lain misalnya dari seif menjadi lee dune.


e.       Transversal dune
Transversal dune terbentuk pada daerah dengan penambahan pasir yang banyak dan kering, angin bertiup secara tetap misalnya pada sepanjang pantai. Pasir yang banyak itu akan menjadi suatu timbunan pasir yang berupa punggungan atau deretan punggungan yang melintang terhadap arah angin.
f.       Complex dune
Complex dune terbentuk pada daerah dengan air berubah-ubah, pasir dan vegetasi agak banyak. Barchan, seif dan transversal dune yang berada setempat-tempat akan berkembang sehingga menjadi penuh dan akan terjadi saling overlap sehingga akan kehilangan bentuk-bentuk aslinya dan akan mempunyai lereng yang bermacan-macam. Keadaan ini disebut sebagai complex dune. Menurut Emmons (1960, dalam Thornbury, 1969), dune ini biasanya mempunyai ketinggian antara 6 – 20 m, tetapi beberapa dune dapat mencapai ketinggian beberapa puluh meter. Sedangkan kecepatan bergerak atau berpindahnya berbeda-beda tergantung pada kondisi daerahnya. Biasanya tidak lebih dari beberapa meter per tahun, tetapi ada juga yang sampai 30 m per tahun.
2)      Loess

Daerah yang luas tertutup material-material halus dan lepas disebut Loess. Beberapa endapan loess yang dijumpai di Cina barat mempunyai ketebalan sampai beberapa ratus meter. Sedangkan di tempat lain kebanyakan endapan loess tesebut hanya mencapai beberapa meter saja. Beberapa endapan loess menutupi daerah yang sangat subur. Penyelidikan secara mikroskopis memperlihatkan bahwa loess berkomposisi partikel-partikel angular dengan diameter kurang dari 0,5 mm terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende dan mika. Kebanyakan butiran-butiran tersebut dalam keadaan segar atau baru terkena pelapukan sedikit. Kenampakan itu menunjukkan bahwa loess tersebut merupakan hasil endapan dari debu dan lanau yang diangkut dan diendapkan oleh angin.

Monday, 16 November 2015

TUGAS SEORANG WELLSITE GEOLOGIST


1.        Deskripsi sampel.
Tugas ini sifatnya mendasar, jadi tugas mendeskripsi cutting adalah skill dasar yang harus dipunyai oleh seorang WSG. Sebenarnya, skill ini seperti yang kita lakukan dan gabungan pada praktikum geologi dasar, paleontologi dan petrografi dibangku kuliah. Cutting sample setelah dicuci oleh sample catcher, lalu dideskripsikan lengkap mulai dari warna, kekerasan, tekstur, struktur, unsur tambahan (accessories, spt mineral tambahan, fosil, dll) serta perkiraan porositas secara kualitatif. Tidak lupa juga memeriksa adanya ‘oil show’ dibawah UV box. Banyak tip & trik dalam melakukan tugas ini, semakin berpengalaman WSG semakin banyak tip & trik nya melakukan tugas ini.
2.        Membuat Lithology log.
Sebelum mengenal komputer dulu, para senior membuatnya log ini diatas kalkir dan menggunakan pena gambar. Tapi saat ini banyak software yg relatif mudah utk digunakan. Lithology log adalah penggambaran data-data pemboran secara vertikal dalam bentuk garis, simbol dan tulisan. Jadi log ini bentuknya seperti kita membuat MS (measured section) jaman mahasiswa, untuk menggambarkan posisi stratigrafi lubang bor. Jadi data-data ROP, pengukuran gas, gambar lithology dan deskripsi lithology dituangkan dalam log ini.
3.        Laporan pagi.
Ini mencakup laporan tertulis dan lisan, untuk tulisan biasanya dikirimkan melalui email dan ditujukan pada operation geologist di kantor pusat, setiap hari / pagi (jam tertentu mis: setiap hari jam 5 pagi atau 6 pagi). Bentuk laporan tertulis mencantumkan segala kegiatan geologi dalam 24 jam terakhir, misalnya kedalaman lubang bor, aktifitas, ringkasan formasi batuan, gas data, laju pemboran, rencana2 yg akan dilakukan. Sedangkan laporan lisan, WSG akan menelpon Operation Geologist dan mendiskusikan hal-hal yg penting.
          
Gbr 1. Mikroskop untuk mengamati Drill Cutting Sample
4.    Posisi/letak geologi
Mengetahui dan memperkirakan posisi/ letak geologi dari sumur bor baik vertikal maupun horizontal (ini yang agak susah dan membutuhkan kesabaran dan ketelitian), maksudnya secara ‘vertikal’ adalah, seorang WSG harus mengerti formasi batuan apa yg sudah dibor dan perkiraan yg akan dibor. Secara horizontal, yaitu mengetahui hubungan korelasi dengan sumur-sumur sekitarnya.
5.    Supervisi geologi
Meng ‘SUPERVISI GEOLOGI’ para crew service company. Yaitu, memberi arahan dan pengawasan kepada crew yg berhubungan dengan operasi geologi dalam pemboran. Misalnya, mud logging, wireline logging, directional drilling. Bahkan sampai dengan mengatur mobilisasi peralatan, pertukaran crew dari dan ke rig site.
Dalam tugasnya sehari-hari seorang wellsite geologist adalah representatif dari perusahaan minyak yang bertanggung jawab terhadap pemboran sumur, dialah satu-satunya orang yg mengerti tentang bawah permukaan sumur di lokasi rig. Jadi betapa pentingnya dan besar tanggung jawab seorang WSG. Biasanya WSG ada yg bekerja dengan status ’24 hours on call’ artinya kapanpun dibutuhkan dia harus siap, atau bisa juga dalam satu pemboran ada 2 orang WSG dan ini tergantung dari perusahaan minyak itu sendiri.
                      

Gbr 2. Pemakaian alat-alat lapangan